Asset Publisher

laporan negara

Timor - timur menuju ke situasi yang normal?

Setelah 2 tahun berkonflik, timor - timur menuju ke jalan yang normal kembali.

Asset Publisher

Setelah dua tahun lebih dalam keadaan tak stabil dan tidak aman, di ibukota timor - timur Dili mulai terlihat adanya masa depan yang lebih positif. Masa - masa dimana terjadi perang saudara, kamp pengungsian berada di setiap lapangan terbuka dan jalan - jalan utama yang di teror oleh anak - anak muda untuk sementara ini telah berakhir. Untuk pertama kalinya sejak keributan di bulan Mei 2006 para pengunjung merasakan dirinya aman dan tidak terancam oleh ancaman - ancaman yang biasa mereka dapatkan.

Sebagai utusan dari Yayasan Konrad Adenauer und Indonesia dan Timor - Timur yang berkedudukan di Jakarta saya sudah sering berdinas ke dili sejak 2006. Hingga saat ini perjalanan dinas saya selalu penuh dengan petualangan atau bisa dikatakan: selalu terikat dengan risiko yang tidak bisa diperkirakan.Setiap kali perjalanan dinas dimulai bisa saja terjadi kekacauan, jalan - jalan diblokir ataupun penutupan bandara udara dili terjadi. Berjalan - jalan di malam hari di sepanjang pantai dili pun dilarang keras, walaupun berada sekitar 1500 polisi UN dan prajurit dari ISF berjaga - jaga disana. Pada malam hari tidak ada yang pergi keluar melainkan tinggal di hotel, da tidak jarang saya mempunyai kesan bahwa PBB pun berpegang teguh pada peraturan tak tertulis tersebut.

Namun pada dinas terakhir saya di bulan desember 2008 tampak sebuah perubahan. Tanpa berlebih - lebihan: sebuah semangat baru mengisi negara tersebut!. Perubahan positif ini bisa dirasakan setelah bandar udara internasional kita tinggalkan, yang sejak akhir - akhir ini memiliki jalur penerbangan internasional ketiga ke Singapura disamping keDenpasar (Bali) dan Darwin (Australia Utara)dan akan diterbangi oleh salah satu anak perusahaan Singapore Airlines 3 kali seminggu via charter. Areal yang berbatasan langsung dengan bandar udara dan merupakan kamp pengungsian UNHCR terbesar saat itu sudah tak berpenghuni lagi. Selain sisa - sisa sampah yng berserakan, tidak ada lagi bukti - bukti yang menunjukkan bahwa disini telah tinggal beribu - ribu orang - orang dengan kondisi menyedihkan selama lebih dari 2 tahun. Jalan utama dari bandar udara menuju ke pusat kota yang berpenduduk sekitar 60.000 sampai dengan 200.000 penduduk memperlihatkan suatu hal yang baru: pelabuhan kecil yang pada umumnya hanya dilabuhi oleh kapal pantai, kini dilabuhi oleh kapal kontainer. Pelabuhan yang biasanya hanya dipenuhi dengan 5 sampai dengan 10 barang muatan berukuran besar kini di penuhi dengan lebih dari 50 kontainer yang bisa saya hitung ketika saya melewatinya. Tiba - tiba jalanan di blokir oleh lautan manusia, jalanan yang jalannya sudah tersendat - sendat terhenti dengan seketika. Pemblokiran jalan?, pelemparan batu?. Pendamping pribumi saya pun menjelaskan: di bawah tenda berkain terpal diadakan kursus bahasa inggris sejak bulan Agustus. Bagi yng mendaftarkan diri dari bulan pertama bisa mengikuti kursus ini secara cuma - cuma, sejak bulan September kursus ini berharga 19 US Dollar. 30.000 orang telah mendaftarkan diri untuk mengikuti kursus tersebut. Ribuan orang mengikuti kursus tersebut tiap harinya. Luar biasa! yang juga tertangkap oleh mata saya adalah deretan pohon dibagian kiri dan kanan jalan... tindakan pemerintah untuk memperbaiki kualitas kehidupan di kota tampak kurang diperhitungkan.

Yang tampak didepan mata saya bukan hanya sebuah perubahan, melainkan fakta bahwa sesuatu telah terjadi. Dengan dimulainya perang saudara di bulan Mei 2006 terjadilah pertarungan antara hidup dan mati antar masyarakat yang disebabkan oleh ingin dibangunnya kembali negara tersebut. Dili telah dan hingga saat ini memberikan kesan bahwa ia merupakan kota yang berkependudukan, tropis, kota yang mati suri yang dibantu oleh UNO dan organisasi dunia lainnya dan tidak berkedaulatan. Kehadiran PBB dan segala organisasi mereka dalam rangka mendukung penempatan UNMIT merupakan gambaran kota tersebut begitu juga dengan penjagaan pasukan awak tank ISF di geladak tempat berjalan di tepi pantai telah dengan jelas membuka mata saya tentang kelainan yang ada disana. Keadaan kotanya berada dalam keadaan sangat mengerikan hingga saat ini: hampir semua gedung - gedung yang berada dalam keadaan bagus merupakan gedung - gedung pemerintah, kedutaan dan residensi. tempat perwakilan bantuan internasional atau segelintir hotel dimana sekelompok manusia dari organisasi bantuan internasional yang mencari tempat untuk berlindung dan tempat untuk tidur menawarkan hotel mereka dengan harga yang jauh di atas rata - rata. Gedung - gedung di pusat kota terlebih di daerah pinggiran kota dan sekitarnya hanya merupakan reruntuhan belaka. Berdasarkan asap yang ditimbulkan oleh gedung - gedung yang telah runtuh dapat kita kenali apakah reruntuhan tersebut atas dasar kericuhan di bulan Mai 2006 atau dari perang kemerdekaan di tahun 1999. Yang paling mengejutkan saya adalah bahwa tidak adanya usaha untuk pembangunan kembali.

Tindaklaku pasif para orang timor - timur dalam memperlakukan perumahan yng rusak ini bukan disebabkan oleh tidak adanya semangat untuk membangun kembali melainkan oleh kurangnya penjelasan mengenai hak milik. Sebagian besar dari negara bagian tersebut berpindah tangan seiring dengan bergantinya roda pemerintahan ( dari koloni portugis menjadi propinsi indonesia kemudian negara yang merdeka), dan pihak mana ynag mau menginvestasi jika kepemilikannya tidak jelas. Berkaitan dengan hal tersebut juga di kabarkan bahwa banyak rumah bukan terbakar karena keributan di tahun 2006, melainkan karena sengaja di bakar untuk mengusir penduduknya agar secara de facto menunjukkan hak milik seperti pada zaman sebelum timor - timur menjadi bagian dari indonesia.

Kondisi keamanan yng telah membaik.

Pada kunjungan saya kali ini, untuk pertama kalinya saya bisa melihat adanya proyek pembangunan dan sanitasi dari rumah - rumah kecil dan rumah - rumah keluarga; pada dasarnya tanda - tanda yang bisa dikenali sebagai langkah awal yang positif untuk masa yang akan datang. Sebuah petunjuk lebih lanjut bahwa keadaan mulai normal kembali adalah bahwa patroli - patroli bersenjata yang terdiri dari ISF dan biasanya menjadi pemandangan kota tersebut kini tak terlihat lagi. Sebagai gantinya jalan - jalan kembali berisi dengan kehidupan malam tanpa harus adanya perlindungan dari militer, karena bersamaan dengan menghilangnya kamp - kamp pengungsian, kelompok - kelompok pemuda yang suka mengacau juga menghilang, yang merupakan penyebab utama terjadinya kekacauan selama berbulan - bulan. Maka para polisi dari UN pun menjalankan tugasnya jauh dari ketegangan daripada bulan - bulan sebelumnya. Manusianya tidak lagi memberikan kesan tanpa harapan dan berada antara hidup dan mati.Yang justru tampak adalah adanya kekuatan dan keinginan untuk menentukan masa depan dengan tangan sendiri.

Perkembangan ini di dukung oleh 2 faktor: yang pertama adalah 4 partai koalisi pemerintah yang pada awalnya sangat lemah bisa mengokohkan diri mereka terhadap FRETILIN, FRETILIN sendiri tidak mau dan tidak bisa menerima peran barunya sebagai oposisi parlemen demokrasi. Oleh karena itu FRETILIN belum mengakui pemerintah secara resmi, dengan argumen bahwa mereka adalah partai terkuat yang terpilih pada saat pemilihan (namun tidak bisa meraih suara terbanyak di pemerintah).Sebagai gantinya FRETILIN mengkonsentrasikan dirinya dengan taktik destruktif di luar parlemen dan dengan menggoyahkan demokrasi muda yang ada, dengan konsekuensi menghancurkannya secara perlahan - lahan. Sebagai umpannya FRETILIN juga menggunakan ribuan pengungsi di dili, yang sebagian besar merupakan pengikut mereka untuk kemudian menggunakan mereka untuk membuat ketidakstabilan dalam pemerintah.Begitu juga dengan peneror yang terdiri dari anak - anak muda juga digunakan FRETILIN sebagai kaki tangan mereka untuk mencipatakan kericuhan dan kegoyahan. Kedua masalah tersebut ditangani pemerintah dengan cara memberikan bantuan langsung finansial sebanyak 4500 USB kepada para keluarga yang kehilangan tempat tinggal mereka untuk membangun kembali rumah mereka di tempat asal mereka yang justru bertentangan dengan suara dari FRETILIN. Penghentian bantuan secara medis secara langsung dalam waktu yang singkat mengakibatkan lebih dari separuh kamp - kamp pengungsi dikosongkan dan kelompok peneror anak - anak muda pun menghilang. Kini FRETILIN mencoba berminggu - minggu untuk menarik ribuan pengikutnya untuk mengikuti semacam gerakan perdamaian ke dili. Dari segi pandang kritisi orang Timor terhadap FRETILIN, gerakan ini memiliki tujuan: untuk kembali membuat takut masyarakat, membuat situasi kembali goyah dan menunjukkan kekuatan FRETILIN. Dengan begitu gerakan perdamaian tersebut bisa menjadi mara bahaya bagi perdamaian dan perkembangan sistem demokrasi di Timor - Timur.

Faktor kedua tercapai pada suatu pagi pada tanggal 11 Februari 2008. Ketika presiden Ramos Horta dan perdana menteri Guzmao menjadi korban sebuah percobaan pembunuhan (Ramos Horta lolos dengan luka berat, Guzmao selamat), yang di dalangi dan dilaksanakan oleh ketua pemberontakan Alfredo Reinado namun gagal. Reinado sendiri sebagai otak dari situasi perang saudara sejak mai 2006 tewas di tembak oleh aparat keamanan. Teror yang selalu ditimbulkan oleh Reinado dan para pengikutnya di masyarakat, walaupun itu merupakan desas desus bahwa ia akan datang, dibenarkan oleh banyak kalangan. Oleh karena itu kematian Reinado ditanggapi dengan hati lega oleh masyarakat, karena dengan kematiannya maka satu faktor yang mengganggu integritas negara timor - timur akhirnya dapat diselesaikan.

Sebagai indikator terhadap pemikiran netral dari pemerintahan Ramos Horta dan Guzmao bisa dikatakan bahwa pernyataan mereka mengenai peran PBB di Timor - Timur memegang peranan penting. Maka media timor mengeluarkan pernyataan Perdana Mentri di pertengahan bulan September yang mengkritik penampilan arogan dari para polisi UN bahkan sang presiden pun mengeluarkan pernyataan bahwa ia mempertanyakan keberadaan UNO yang tetap menetap disitu.

Ada kemungkinan bahwa penampilan yang penuh percaya diri ini disebabkan oleh karena adanya kerja sama yang erat antara Timor - Timur dengan pemerintah Australia, yang selalu menunjukkan ketertarikan terhadap kestabilan politik negara tetangga mereka yang kecil itu. Bersamaan dengan itu mulai terlihat bahwa lebih dari 200 organisasi bantuan internasional mulai mengundurkan diri dari Timor - Timur. Dari sekian banyak NRO amerika yang bersemayam disana, kemungkinan besar hanya akan tinggal 2 organisasi yang tinggal, dengan kantor pusat di Timor - Timur. Sisanya akan mengakhiri perjanjian atau kontrak kerja mereka.

Prospek: apakah koalisi akan menjadi trend dalam pemerintahan?

Apakah tendensi untuk mengundurkan diri dari Timor - Timur kita nilai secara positif atau negatif, pada intinya para masyarakat Timor - Timur ingin memegang kembali masa depan negara mereka di tangan mereka sendiri dan ini adalah hal yang patut disambut dengan tangan terbuka. Pembiayaan untuk hal ini dijamin melalui "petrodollars", oleh karena Timor - Timur bagian selatan kaya dengan minyak bumi dan gas sehingga tidak masuk ke dalam kategori negara miskin. Keinginan untuk membayar semua pemasukan dari gas dan minyak bumi kedalam bentuk dana petrolium hingga tahun 2025 untuk menjamin eksistensi generasi muda mendatang, tidak bisa dipegang secara penuh oleh pemerintah. Namun mungkin saja suatu kombinasi antara menabung disatu sisi dan menginvestasi disisi lain (misalnya di struktur lalu lintas, pendidikan dan juga pelayanan medis), akan menjamin terbentuknya sebuah negara hukum berdemokrasi yang bisa menjamin keamanan dan keadilan sosial negara tersebut.

Koalisi pemerintah yang hanya terbentuk oleh karena sebagian besar partai memperoleh suara terbanyak dibandingkan dengan FRETILIN dan bersatu karena memiliki kepentingan politis yang berbeda - beda, maka kesuksesan ini bisa dianggap sebagai harapan untuk bentuk demokrasi yang masih baru ini. Karena koalisi yang sangat goyah dan hampir selalu tersisihkan ini selalu bisa menyelamatkan diri ibarat lolos dari lubang jarum. Hanya dengan kesuksesannya selama bulan - bulan terakhir ini yang dihubungkan dengan sebuah politik ekonomi yang baru, yang tidak berpegangan lagi pada bantuan internasional, melainkan berpegangan pada investasi internasional yang telah membantu ke 4 partai ini untuk tetap berdiri. Hal yang masih ditakutkan adalah bahwa PEMILU di tahun mendatang akan digunakan untuk menjatuhkan koalisi tersebut dan memaksa untuk diadakannya PEMILU baru. Namun siapa yang akan melakukan tindakan bunuh diri secara politik, jika mereka bisa masuk kedalam anggota team yang menang? Dan dengan pertanyaan semacam inilah partai - partai kecil akan mengalami konfrontasi di dalam pemerintahan baru yang berkoalisi.

Asset Publisher

kontak

Thomas Yoshimura

Thomas Yoshimura

Leiter des Auslandsbüros Korea Interimsleiter des Auslandsbüros Japan bis Juli 2024

thomas.yoshimura@kas.de +82 2 790 4774 +82 2 793 3979

comment-portlet

Asset Publisher